Rumah Sakit Umum (RSU) Budi Rahayu Pekalongan berbela rasa dengan para korban tanah longsor di Karangkobar, Banjar Negara. Bela rasa tersebut diwujudkan dengan memberikan tanda kasih berupa pakaian dan makanan untuk anak-anak, Susu untuk bayi, Minuman, Diterjen, Perlengkapan mandi dan keperluan bagi kaum perempuan. Tanda kasih tersebut merupakan sumbangan dari RSU Budi Rahayua dan partisipasi dari seluruh karyawan, diserahkan kepada korban tanah longsor melalui Posko Bencana Paroki St, Antonius, di Karangkobar, Banjar Negara, Sabtu (20/15).

Rombongan RSU Budi Rahayu yang terdiri dari dua dokter, enam perawat termasuk Sr. Theresia SND dan Sr. Yuliana SND, dua apoteker dan 5 pendukung mengantar tanda kasih dengan menggunakan 3 kendaraan roda empat. Rombongan berangkat menuju Karangkobar pukul 06.00 dan setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam, rombongan sampai ke Posko Bencana Paroki St. Antonius, Karangkobar, Banjar Negara.
Ketika Rombongan RSU Budi Rahayu yang dipimpin dr. Emy Widyarti tiba di Posko Bencana, sudah ada di sana sejumlah mahasiswa dari Universitas Soegijapranata Semarang yang membantu kegiatan di Posko.
PENGARAHAN – dr. Emy memberikan pengarahan kepada tim Budi Rahayu sebelum terjun ke pengungsian dusun Gintung.
Rombongan diterima oleh Adi, Koordinator Posko Bencana. “Rombongan kami ada dua dokter, 6 perawat termasuk dua suster, dan dua apoteker. Bila diperlukan kami siap membantu,” demikian disampaikan dr. Emy saat mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya.
Setelah dilakukan koordinasi dengan Puskesmas Karangkobar, yang bertang-gungjawab pada masalah kesehatan para korban, dr. Emy langsung mengadakan koordinasi internal.
“Ada tiga tempat yang longsor, yakni di Desa Tlaga, Kecamatan Punggelan, Desa Kertosari, Kecamatan Kalibening, dan Dusun Gintung, Desa Binangun, Kecamatan Karangkobar,” kata Adi kepada Rombongan. Adi merekomendasikan agar Rombongan Budi Rahayu meninjau pengungsi di dusun Gintung, Desa Binangun yang selama ini, menurut Adi, belum tersentuh bantuan. Di Dusun Gintung, demikian Adi, ada 30 keluarga yang mengungsi karena khawatir peristiwa longsor seperti Dusun Jemblung terulang.
Ketika Rombongan RSU Budi Rahayu akan berangkat ke lokasi di desa Gintung, Romo Vikaris Jenderal Keuskupan Purwokerta, Rm Puryatna Pr, tiba di posko. Romo Pur, begitu biasa dipanggil, langsung menyapa Rombongan Budi Rahayu. “Terima kasih. Terima kasih..” demikian sapaannya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Rombongan sudah sampai di pengungsian Dusun Gintung. Para pengungsi, sekitar 35 KK, ditempatkan di sebuah SD di desa Gintung. Mereka tinggal di ruang-ruang kelas hingga keadaan dinyatakan aman. Tidak terlihat aktivitas belajar mengajar hari itu.

Untuk mengetahui kondisi dan situasi para pengungsi di Dusun Gintung, kami berkoordinasi dengan Nirwanto, koordinator pengungsi dusun Gintung, Desa Binangun. “Baru saja diadakan pemeriksaan kesehatan Pak, “ demikian kata Nirwanto ketika ditanya tentang keadaan para pengungsi. Mengingat sudah ada tim medis yang datang lebih dulu, kami pun melanjutkan dengan melihat tanah longsor di dusun Gintung. Sementara itu Sr. Yuliana SND mengumpulkan anak-anak yang di pengungsian untuk diajak bernyanyi bersama.
Perjalanan ke dusun Gintung melewati dusun Jemblung yang menjadi korban tanah longsor terbesar. Hingga Sabtu (20/12) sudah ditemukan 95 jenazah kurban tanah longsor di dusun Jemblung.
Mengingat saat itu hujan dan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diingankan, Rombongan memutuskan untuk kembali ke Pekalongan setelah sebelumnya singgah di Posko Bencana untuk berpamitan. Rombongan sampai di RS. Budi Rahayu sekitar pukul 16.30. (ihs)